/Republikaktiva
Mengakar tegak para pencengkram estafet ta’lim yang mengkapitulasi organ kurikulum hingga kurun menjalar udik. Muktamar dihukum wajib menolak stagnan di garis pankreas, beranatomi tanpa selangkang regulasi dasawarsa demi kenajisan tanpa sudut pandang di atas riba yang menganal perjaka sucinya psikosastra.
Lembar per lembar substansi menyokong lopak-lapik bilateral kian ramai melantak di lusuh gersang otak kiri yang disunat. Mustakim Ki Hajar hingga menyeret Pramoedya dan kiluk bahasa menopang tandus di gersang sahara kepada lebak bulus yang maujud. Tiga sudut triangle streometri menjebak sirkel psikulus bermain laknat akan psikis ke prawira dan ujung anus edukasi. Genosida meleburkan logika dibalik kata ‘amin.’
Sampaikan kepada liberatif yang tak senonok kelingking hingga judi memutar koin bahwasanya secunguk bisa meronggeng empat-pilar-governor di wajah kalangan bawah yang tersodok awang-awang akan sejahtera hanyalah orakel Tunggal Ika. Mereka yang berseragam putih amanah hingga atribut Tajwid telah bersemayam abadi di poros ideologi dalam patriarki negeri ini. Bukan masalah individual bekas mebel yang merangkap pemegang tombak regulasi ataupun selebritas bercuci muka dibawah kopiah dan kitab suci. Perkara kehausan akan aktiva tercangkok di tengah kalkulasi saraf tak kenal Marxis.
Seorang marginal akan menjadi kambing hitam untuk meludahi alam sadar. Ia akan ditunjuk rebel sebagai penghalang rantai penanaman sudut kolot di majas alegori pendidikan. Membabi buta khalayak integral dan kobaran anuswara sebagai makmum intrinsik. Sosialis menapak silat fasis berkoalisi menkrangkeng buku-buku tanpa pemetrusan saksi a de charge.
Kepada perutasan ayat tak terjamah Albert Einstein — everybody is a genius, but if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid — Sungguh tak relevan di bawah horizon khatulistiwa, karena di atas fakta masih ada siratan Rupiah yang dijelmakan Tuhan.
